Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyadari kesulitan dalam menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Salah satu alasannya adalah penolakan yang muncul dari Rumah Sakit (RS).
“Tadinya keuntungan menjadi banyak, sekarang keuntungan tidak begitu besar, karena harus membagikan keuntungan untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada masyarakat,” kata Budi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, dikutip Jumat (9/8/2024).
KRIS merupakan skema yang muncul sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 sebagai pengganti kelas 1, 2, 3 yang selama ini ada dalam kepesertaan BPJS Kesehatan.
Menurut Budi, bisnis Rumah Sakit tentu harus tetap berjalan, namun layanan kepada masyarakat tidak boleh diabaikan.
“Tapi sebagai Menteri, apakah saya ingin Rumah Sakit saya bisa hidup dengan 3.200 ini? Tetapi berikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat kita,” paparnya.
Budi menemukan masalah fasilitas buruk di beberapa Rumah Sakit, seperti ketersediaan kamar. Ada Rumah Sakit yang menempatkan 12 pasien dalam satu kamar.
“Mengapa diberikan satu kamar untuk 12 atau 10 orang, toilet di luar, itu menyakitkan bagi mereka,” katanya.
“Jadi sebenarnya KRIS Kelas Rawat Inap Standar dibuat karena pemerintah dan BPJS ingin meningkatkan kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat kita, terutama bagi mereka yang berada di bawah,” jelas Budi.