LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -44 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia telah memiliki pemimpin-pemimpin yang tangguh, para pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh negara-negara lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Terkadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan kisah-kisah para pendahulu kita. Terkadang kita lupa akan sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Dia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Dia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, artinya Ayam Jantan dari Timur.

Sejak masa kecilnya, sudah terlihat bahwa dia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain cerdas, dia juga pandai berdagang. Oleh karena itu, dia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Dia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan agar dia terbiasa dengan pengetahuan dan seni diplomasi dan peperangan. Ayahnya beberapa kali mempercayakan padanya untuk menjadi duta yang mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika baru saja berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan Sultan Hasanuddin bisa dilihat dalam penolakannya terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip nenek moyangnya bahwa dia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memegang peranan penting dalam kegiatan perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan laut. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk mengambil alih kendali Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian menyebabkan perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian tersebut memungkinkan VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli dalam perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama runtuhnya Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link