Pengusaha Protes Rencana Bea Tambahan 200% terhadap Keramik China

by -144 Views
Pengusaha Protes Rencana Bea Tambahan 200% terhadap Keramik China

Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana pengenaan bea masuk tambahan berupa bea masuk anti dumping (BMAD) sekitar 100-199% atas keramik impor asal China ternyata mendapat kritik pedas. Kritik, bahkan penolakan itu datang dari anggota Komisi VI DPR, pengusaha pemasok bahan bangunan, juga Ekonom Senior INDEF Faisal Basri.

Rencana pengenaan BMAD itu juga disebut berpotensi digugat lewat mekanisme WTO. Juga dikhawatirkan menimbulkan reaksi balasan dari China.

Hanya saja, pengusaha di dalam negeri bergeming. Tetap mendesak pemerintah segera menetapkan pemberlakuan BMAD. Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, negara lain menerapkan kebijakan yang sama. Sehingga, menurutnya, berlebihan jika pengenaan BMAD oleh Indonesia kemudian disebut akan memicu balasan dari China.

“Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Negara Uni Eropa, Timur Tengah telah melakukan hal serupa terhadap produk keramik asal China untuk melindungi industri keramik dalam negerinya. Dan ternyata sampai sekarang tidak ada keberatan maupun tuntutan balik oleh China ke WTO. Karena memang terbukti praktik dumping tersebut,” katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (16/7/2024).

Langkah sejumlah negara yang telah melakukan dumping seharusnya bisa menjadi patokan bagi Indonesia untuk melakukan langkah serupa. Pasalnya, keramik China bakal terus membanjiri Indonesia jika tidak ada langkah tegas.

“Kenapa mereka melakukan praktik dumping? Karena over capacity dan over supply di mana industri keramik China memiliki kapasitas produksi sekitar 11 – 12 miliar m2 dan saat ini berjalan dengan utilisasi sekitar 50%-55%,” kata Edy.

“Yang menjadi kekhawatiran Asaki saat ini adalah importasi keramik yang sangat masif di mana puluhan juta m2 keramik yang akan masuk dalam waktu satu bulan ke depan sebagai langkah antisipasi para importir menunggu diberlakukannya BMAD,” lanjutnya.

Karenanya pemerintah Indonesia tidak perlu takut dalam menerapkan kebijakan BMAD untuk melindungi industri dalam negeri. Edy mengklaim telah mendapat dukungan dari berbagai pihak.

“Asaki yang aktif tergabung di dalam World Ceramic Tiles FORUM(WCTF) mendapatkan dukungan penuh berupa data, informasi serta advokasi Internasional jika terjadi keberatan oleh produsen keramik asal Tiongkok di WTO,” kata Edy.

BMAD Keramik Impor Asal China Tuai Kritik Pedas

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengatakan, jika melihat data kebutuhan keramik yang ada skema impor masih sangat dibutuhkan di tengah tingginya permintaan dalam negeri.

“Untuk industri ini kapasitas produksi saat Pada Periode Penyelidikan Antidumping bahwa dalam negeri hanya mampu menyediakan +/- 70 juta m2 sedangkan kebutuhannya mencapai +/- 150 juta m2. Jelas ada gap atau kekurangan sekitar +/- 80 juta m2 untuk keramik porcelain. Tentu skema impor merupakan pilihan sementara yang paling logis,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (15/7/2024).

“Bayangkan jika BMAD diterapkan nanti untuk isi kekurangan itu bagaimana solusinya? Jika kebijakan dibuat tidak komprehensif, keruntuhan industri keramik porcelain dalam negeri nantinya sulit dihindari,” sebut Darmadi.

Dia juga mempertanyakan metode yang digunakan KADI. Menurutnya, jika melihat data kebutuhan keramik yang ada, skema impor masih sangat dibutuhkan di tengah tingginya permintaan dalam negeri.

Darmadi menyebut adanya kabar yang menyatakan rencana Kemendag menerapkan BMAD atas usulan KADI hanya mengandalkan data secondary dari Dirjen Bea Cukai.

“Bukan berdasarkan primary data (hasil verifikasi langsung sistem pembukuan dari perusahaan). Bukan berarti data dari Dirjen Bea Cukai tidak kredible namun itu hanya sedikit dari keseluruhan data yang ada. Sekali lagi validasi data menjadi keharusan yang perlu dimiliki. Agar kebijakan BMAD nantinya tidak jadi bumerang bagi ekosistem tujuh industri yang dimaksud,” ujar Darmadi.

Sementara itu, Ekonom senior Faisal Basri menolak rencana pemerintah menerapkan bea masuk hingga 200% untuk produk keramik dari China. Dia menilai kebijakan ini diambil tanpa analisis yang memadai dan justru akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia.

“KADI ini seperti jurus pesilat mabok, semua dilibas,” kata Faisal dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk dampak penerapan BMAD untuk keramik, di Jakarta, Selasa, (16/7/2024).

Menurutnya, apabila pemerintah akan menerapkan kebijakan bea masuk hingga 199% maka bisa berdampak buruk. Misalnya saja, kata dia, harga keramik di dalam negeri bisa terkerek naik.

(dce)