Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya melakukan optimalisasi produksi minyak dan gas (migas) nasional. Salah satunya dengan meminta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas untuk segera mengusahakan Bagian wilayah kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya ke negara. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ariana Soemanto, menjelaskan terdapat beberapa kriteria Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle. Kriteria tersebut antara lain lapangan produksi yang selama 2 tahun berturut-turut tidak diproduksikan, lapangan dengan plan of development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut, dan struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut.
Ariana menegaskan perlunya melakukan upaya terhadap Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial namun idle. Pemerintah akan melakukan empat upaya optimalisasi, yakni meminta KKKS untuk segera mengerjakan Bagian WK potensial yang idle, mengerjakannya melalui kerjasama dengan Badan Usaha lain, mengusulkan pengelolaan kepada KKKS lain, dan mengembalikannya kepada Menteri ESDM.
Selain itu, produksi migas siap jual atau lifting RI terus mengalami penurunan. Lifting minyak pada tahun 2023 hanya mencapai 605.723 ribu barel per hari (bph) dari target 660.000 bph. Target lifting minyak untuk tahun 2024 ditetapkan sebesar 635.000 bph.
Meskipun SCO tidak memiliki peran langsung dalam mediasi konflik ini, dukungan dari negara-negara anggotanya diharapkan dapat membantu dalam proses diplomasi yang lebih luas dan mendorong kedua belah pihak untuk menemukan solusi damai.