Jumlah Rumah Kosong di Jepang Meluap, Mampu Menampung Seluruh Penduduk Lampung

by -144 Views
Jumlah Rumah Kosong di Jepang Meluap, Mampu Menampung Seluruh Penduduk Lampung

Jakarta, CNBC Indonesia – Rumah kosong di Jepang sekarang mencapai rekor tertinggi dengan jumlah mencapai sekitar 9 juta unit, berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri Jepang.

Total rumah kosong di Jepang itu cukup untuk menjadi tempat tinggal bagi setiap warga Kota New York yang berjumlah sekitar 8,33 juta jiwa. Di Indonesia, jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal setiap warga Lampung yang berjumlah 9,17 juta jiwa menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut laporan CNN, Japan Times melaporkan bahwa jumlah rumah kosong atau yang dikenal dengan istilah Akiya di Jepang telah melonjak dari 510.000 pada tahun 2018. Angka tertinggi tercatat pada tahun 1993 dengan 4,48 juta rumah kosong.

Biasanya, Akiya merujuk pada rumah-rumah kosong atau terlantar di pedesaan. Namun, kini banyak Akiya yang ditemukan di kota-kota besar seperti Tokyo dan Kyoto.

Penyebabnya bukan karena semakin banyaknya warga Jepang yang membangun rumah, tetapi karena jumlah kelahiran yang semakin sedikit setiap tahunnya serta penuaan populasi di negara tersebut.

Menurut Jeffrey Hall, seorang dosen di Kanda University of International Studies di Chiba, Jepang, fenomena ini merupakan gejala menurunnya populasi Jepang.

Akiya sering diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi dengan tingkat kesuburan yang semakin rendah, banyak rumah yang tidak memiliki pewaris untuk diwariskan atau diwarisi oleh generasi muda yang telah pindah ke kota-kota dan melihat sedikit nilai untuk kembali ke daerah pedesaan.

Populasi di Jepang telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Data terakhir pada tahun 2022 menunjukkan bahwa populasi Jepang telah menyusut lebih dari 800.000 jiwa sejak tahun sebelumnya, menjadi 125,4 juta jiwa.

Yuki Akiyama, seorang profesor dari fakultas arsitektur dan desain perkotaan di Tokyo City University, mengatakan bahwa rumah di Jepang dinilai berdasarkan nilai manfaatnya, bukan karena usia panjang atau nilai historisnya.

“Di Jepang, semakin baru rumahnya, semakin tinggi harganya,” katanya. Hal tersebut berbeda dengan orang-orang Barat yang lebih menghargai nilai sejarah dari sebuah rumah.