Pesan dari Pengusaha Migas untuk Pak Prabowo, Anies, dan Ganjar

by -90 Views
Pesan dari Pengusaha Migas untuk Pak Prabowo, Anies, dan Ganjar

Jakarta, CNBC Indonesia – Akademisi Ekonomi Energi dari Universitas Pertamina Rinto Pudyantoro berharap agar pemerintah selanjutnya dapat menghidupkan kembali iklim investasi hulu migas di Indonesia. Mengingat iklim investasi di Indonesia masih kurang menarik dibandingkan dengan negara lain.

Menurut Rinto, meskipun hal tersebut sulit untuk dilakukan, paling tidak pemerintahan baru tidak membuat keributan hingga lima tahun ke depan, seperti menerapkan sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Cost Sharing/PSC) baru seperti model Gross Split.

“Usul saya satu pemerintahan baru jangan bikin keributan. Sehingga membuat investor berpikir ulang. Kalau sudah ribut semuanya berhenti semua. Minimal relaksasi lah jangan macam-macam, jangan bikin PSC gross split baru lagi,” kata dia dalam acara “Menanti Arah Pemimpin Baru di Sektor Migas”, Kamis (1/2/2024).

Rinto menilai sah-sah saja sebetulnya bagi pemerintahan baru dalam membuat kebijakan terkait sektor hulu migas RI, asalkan itu berdampak positif. Namun apabila sebaliknya, ia menyarankan agar waktu lima tahun dikerjakan untuk memperbaiki persoalan yang ada di industri migas.

“Perijinan kok susah sekali, komersialisasi butuh waktu panjang kenapa kok di Petronas di Malaysia 2-3 tahun selesai, kalau di sini 7 tahun. Itu dulu dikerjain sementara jangan bikin ribut,” katanya.

Semula, Rinto mengungkapkan bahwa sektor hulu migas RI sempat mengalami kejayaan di tahun 1971 ‘an. Pada periode tersebut, pengusahaan hulu migas yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 mempunyai penerapan sistem kontrak yang cukup menarik bagi para investor.

Misalnya, pemberlakuan lex specialis pada aturan perpajakan, dimana terdapat prinsip Uniformity serta Assumed & discharged. Namun sejak UU Migas direvisi, kedua hal tersebut dihilangkan di dalam kontrak kerja sama migas RI.

Karena itu, ia pun berharap kepada pemerintahan selanjutnya dapat mengembalikan sistem kontrak seperti yang ada di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971.

“Kalau saya usulkan begini, karena fiskal bisa dikendalikan pemerintah maka kembalikan saja PSC paling awal. Kalau pemerintah mau, pertanyaannya mau gak? Jawabannya pasti nggak. Ya mudah-mudahan saja mau,” kata dia.