Saya adalah seorang prajurit, saya bisa memimpin operasi tempur. Kami harus selalu siap bertempur. Tetapi saya yakin bahwa cara terbaik adalah tanpa kekerasan. Penyelesaian konflik terbaik adalah dengan menghindari perang. Saya selalu berpandangan bahwa lawan juga adalah seorang pendekar. Lawan harus dihormati. Meskipun kita berlawanan, komunikasi harus tetap terjaga. Kami harus mencari jalan keluar dari konflik.
Pelajaran nenek moyang kita mengajarkan ‘menang tanpa ngasorake’. Kemenangan terbaik adalah kemenangan tanpa menimbulkan sakit hati, kebencian, atau rasa dendam. Bagaimana cara mencapainya? Ada lagi ajaran nenek moyang kita, ‘iso rumongso, ojo rumongso iso’. Jangan merasa kau bisa segalanya, tapi kau harus mampu merasakan pihak orang lain, merasakan kesulitan mereka, dan merasakan penderitaan mereka seperti merasakan penderitaan anak buahmu.
Saya tidak pernah lupa dengan pengalaman bersama komandan sektor saya di Timor Timur, Letkol Sahala Rajagukguk. Waktu itu, beliau memberikan saya sebuah sasaran. Beliau memahami kelelahan kami, beban yang kami pikul, dan bagaimana perjalanan di lapangan sangat berat. Komandan ini mengingatkan saya untuk tidak memaksa anak buah. Dari situlah saya belajar tentang empati terhadap anak buah. Itulah komandan yang memahami.
Saya memulai operasi pertama saya sebagai Letnan Dua di Timor Timur. Saya memiliki minat terhadap perang sejak kecil. Saya belajar banyak tentang perang, teknik-teknik perang, dan pengalaman perang dari senior seperti Letkol Hendropriyono. Saya mencoba menerapkan teknik-teknik tersebut saat menjadi perwira intelijen di bawah pimpinan Mayor Inf. Yunus Yosfiah.
Selama operasi di Timor Timur, saya belajar bahwa tawanan harus diperlakukan dengan baik. Dukungan rakyat sangat vital, dan tanpa dukungan rakyat, pasukan akan gagal dalam perang gerilya dan perang anti-gerilya. Saya percaya bahwa TNI harus merebut hati rakyat, atau minimal tidak menyakiti hati mereka. Pasukan harus senantiasa menjadi contoh bagi rakyat.
Banyak fitnah terhadap TNI, terutama terkait pelanggaran HAM di Timor Timur. Namun, tidak ada pelanggaran yang direncanakan atau diperintah oleh satuan atas. Kita tidak mungkin berhasil dalam perang gerilya tanpa dukungan rakyat. Selama perang, saya selalu memperlakukan lawan dengan baik. Saya ingat peristiwa di daerah pegunungan Bibileo, di mana saya menangkap komandan musuh yang terluka. Saya memutuskan untuk menyelamatkannya, karena saya menganggapnya sebagai lawan yang tangguh dan harus dihormati.
Saya percaya bahwa kita harus menghormati lawan. Saya belajar dari kisah-kisah pahlawan di Mahabarata, sejarah Salahudin al Ayyubi, dan pahlawan lainnya seperti Zorro, Pancho Villa, dan Emiliano Zapata. Kita harus memperlakukan lawan dengan baik, karena merekapun adalah pendekar. Saya percaya bahwa kemenangan terbaik adalah kemenangan tanpa menimbulkan sakit hati atau kebencian. Itulah pandangan dan teknik perang yang saya yakini.