Zhu De adalah seorang pemimpin militer Tiongkok yang lahir di Sichuan. Ia berasal dari keluarga petani dan merupakan satu dari 15 bersaudara. Zhu De dilahirkan dalam kemiskinan, dan ayahnya dikatakan pernah menenggelamkan lima saudara kandungnya karena mereka tidak mampu untuk memeliharanya.
Untuk keluar dari kemiskinan, Zhu diadopsi oleh seorang paman yang mendorongnya untuk masuk ke Akademi Militer di Kunming. Di sana, Zhu mencetak prestasi dan sering dipilih untuk memimpin para taruna setiap kali ada kunjungan pejabat tinggi.
Setelah lulus, Zhu De mengalami fase yang sulit. Dia menggunakan bakat militernya untuk menjadi seorang panglima perang yang kejam, sementara juga kecanduan opium. Namun, ia berhasil keluar dari jeratan narkotika tersebut dan berangkat ke Eropa.
Di Eropa, Zhu belajar taktik-taktik yang digunakan oleh Jerman pada Perang Dunia 1. Dari Jerman, ia pergi ke Uni Soviet di mana ia mempelajari doktrin militer Soviet dan Marxisme.
Selama di Uni Soviet, Zhu juga bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan setelah kembali ke Tiongkok, dia bertemu dengan Mao Zedong. Keduanya bersinergi dengan baik, dengan Mao unggul sebagai ahli strategi dan intelektual, sementara Zhu menggunakan keahlian militernya untuk perjuangan bersama. Mereka bersama-sama menjalankan taktik gerilya yang menyebabkan kemenangan PKT setelah Perang Dunia 2.
Setelah kemenangan, Zhu menjadi pejabat tinggi dalam partai dan juga komandan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) Tiongkok. Ia memimpin operasi besar-besaran TPR Tiongkok ke semenanjung Korea selama Perang Korea dan dianggap sebagai pendiri TPR.
Namun, pada tahun 1969, saat Revolusi Kebudayaan dimulai, Zhu diberhentikan dari posisinya dan diasingkan ke Guangdong. Kontribusinya dihapus dari buku sejarah dan namanya dihilangkan dari sejarah Tiongkok.
Pada tahun 1973, Revolusi Kebudayaan mulai mereda dan Mao mengembalikan Zhu ke Beijing, dan mengangkatnya menjadi kepala negara pada tahun 1975. Zhu De menjabat sebagai kepala negara selama satu tahun, sampai kematiannya pada tahun 1976. Conbtribusinya pada teori perang gerilya sangat dihargai, meskipun kontribusi Mao lebih sering mendapat pujian.