Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

by -84 Views
Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Dokter Ben Mboi, saya bertemu dengannya setelah beliau pensiun. Beliau pensiun sebagai tentara maupun sebagai gubernur Nusa Tenggara Timur. Di kalangan TNI, beliau terkenal sebagai seorang dokter militer yang ikut serta dalam pasukan baret merah (RPKAD) yang diterjunkan di Merauke pada saat operasi pembebasan Irian Barat. Saat itu, komandannya adalah Kapten Benny Moerdani yang kemudian menjadi Menhan dan Pangab pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah dokter yang berada di kompi Pak Benny Moerdani yang turut serta dalam operasi di Merauke.

Selama beberapa kali pertemuan saya dengan Pak Ben Mboi, beliau bercerita tentang pengalamannya. Antara lain, beliau menceritakan kisah waktu menaiki pesawat Hercules untuk terjun di Irian Barat. Saat itu, Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal TNI Soeharto yang kemudian menjadi jenderal dan akhirnya Presiden Republik Indonesia, yang melepas mereka. Pasukan yang dipimpin Pak Benny Moerdani, termasuk Pak Ben Mboi yang saat itu masih berpangkat Letnan Satu, diapelkan di sebelah pesawat Hercules yang mesinnya sudah bunyi. Di bawah desing mesin pesawat Hercules yang sangat bising, Pak Harto menyampaikan sambutan yang sangat singkat.

Pak Ben Mboi menceritakan bahwa Pak Harto menyampaikan, “Sebentar lagi saudara-saudara akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke dalam rangka operasi merebut kembali Irian Barat. Dua tim sebelum kalian sudah diterjunkan beberapa minggu lalu sampai hari ini tidak ada kontak dengan mereka. Kemungkinan kalian tidak kembali lebih dari 50%. Saya beri waktu tiga menit, kalau ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat silakan keluar barisan.”

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar barisan. Pak Harto melihat jamnya dan setelah tiga menit memerintahkan semua pasukan naik pesawat. Menurut Pak Ben Mboi kepada saya, seandainya Pak Harto memberi waktu lebih dari 5 menit, mungkin banyak yang akan keluar barisan.

Cerita tersebut adalah cerita heroik walaupun agak lucu. Dalam hati, Pak Ben Mboi benar, mungkin jika diberi waktu berpikir lebih lama, “waduh, mungkin saya tidak akan kembali bertemu keluarga saya.” Mungkin itulah semangat heroisme saat itu yang melanda seluruh bangsa Indonesia.

Ada cerita menarik lainnya yang disampaikan Pak Ben Mboi setelah pensiun dari jabatan gubernur. Saat itu, anak buahnya dan stafnya baru menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Mereka kemudian menggalang dana dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah untuk Pak Ben Mboi. Faktanya, Indonesia memiliki banyak prajurit hebat yang mengabdikan seluruh karirnya untuk negara namun pensiun tanpa memiliki rumah. Itu berarti mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi, namun tidak mendapat imbalan yang pantas. Karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, para anak buah ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah untuk komandan mereka setelah pensiun.

Salah satu pelajaran yang saya terima dari Pak Ben Mboi adalah dia mengatakan: “Prabowo, kalau mau jadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa anjurkan 2 hal. Pertama, cintai rakyatmu. Kedua, gunakan akal sehatmu, kau tidak akan meleset.”

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai bawahan kita. Dan kita harus menggunakan akal sehat, tidak perlu terlalu berlebihan, karena dengan akal sehat biasanya akan berhasil. Dari situ, saya ingat pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Pemimpin jangan merasa bisa, tetapi harus bisa merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah ajaran filosofi yang sangat dalam bagi saya. Dari Pak Ben Mboi, “Cintai Rakyatmu, Gunakan Akal Sehatmu” menjadi pegangan saya.

Source link