Jakarta, CNBC Indonesia – Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum (Celios) menawarkan sejumlah cara untuk membiayai transisi ekonomi Indonesia ke ekonomi yang lebih hijau.
Bhima mengakui bahwa proyek transisi ini membutuhkan biaya yang sangat mahal sehingga dibutuhkan strategi pembiayaan yang kreatif. Dia menawarkan sejumlah solusi yakni mulai dari pengalihan insentif pemerintah hingga hibah dari negara maju yang lebih besar.
“Ini sudah dipraktikan di banyak negara dan akan menolong APBN,” kata Bhima dalam diskusi yang diadakan Celios dan Greenpeace di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, (19/12/2023).
Di dalam proposal rencana kebijakan Comprehensive Investment and Policy Plan untuk pendanaan transisi energi sendiri, pemerintah sebenarnya telah memperkirakan bahwa proyek transisi energi membutuhkan dana hingga Rp 1.500 tahun. Pemerintah sudah pula menyatakan bahwa dana tersebut tidak akan cukup apabila hanya dibiayai dari APBN saja.
Maka itu, Bhima menawarkan solusi pertama yakni pemerintah harus mengatasi minimnya dana tersebut dengan mengalihan insentif fiskal dari sektor fosil dan tambang, ke sektor ekonomi hijau. Menurut dia, dengan pengalihan ini maka insentif fiskal yang diberikan kepada sektor energi hijau akan lebih besar.
Kedua, Bhima mengatakan pemerintah harus menerapkan pajak produksi batubara dan windfall profit tax. Dia meyakini apabila pajak ini diterapkan, maka dapat menjadi pemasukan tambahan untuk APBN ketika harga-harga komoditas sedang naik. “Ini akan menolong APBN ketika harga naik dan memberikan stimulus untuk mempercepat transisi energi,” katanya.
Ketiga, Bhima mengatakan pemerintah perlu mempercepat penerapan pajak karbon. Dalam penerapan nantinya, kata dia, pemerintah juga harus memastikan bahwa pajak yang didapat dari karbon ini akan disalurkan untuk kebutuhan pengembangan energi hijau. “Jangan sampai pajak karbon uangnya habis untuk belanja pegawai dan hal yang tidak berhubungan dengan lingkungan,” ujar dia.
Bhima mengatakan solusi keempat adalah pengelolaan dana abadi SDA. Sementara, solusi kelima yang ditawarkan adalah optimalisasi dana publik di pasar modal. Dia mengatakan perusahaan yang bergerak di sektor lingkungan seperti pengolahan limbah harus didorong masuk pasar saham sehingga bisa mengumpulkan dana dari publik.
Keenam, Bhima menyarankan agar dilakukan pengalihan kredit perbankan di sektor pertambangan, penggalian dan migas. Ketujuh, kata dia, adalah debt cancellation dan kedelapan loss and damage fund.
Terakhir, Bhima menyarankan agar pemerintah melakukan diplomasi agar negara maju mau untuk lebih besar dalam memberikan hibah ke proyek hijau di Indonesia. “Negara maju sudah ratusan tahun lebih dulu menggunakan batu bara yang mengotori bumi, sehingga hutang mereka terhadap lingkungan sangat besar,” paparnya.