Jakarta, CNBC Indonesia – Konflik bersenjata antara kelompok Hamas, penguasa Gaza Palestina, dan Israel telah meluas. Salah satu sekutu Hamas di Lebanon, Hizbullah, juga ikut menyerang Israel sebagai balasan atas serangan mereka terhadap Gaza.
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, akan berbicara pada hari Jumat (3/11/2023) tentang perang antara Israel dan Hamas. Apa yang dia katakan dapat menentukan apakah konflik ini akan semakin meluas.
Pertempuran antara Hizbullah dan Israel telah meningkat di sepanjang perbatasan mereka dalam beberapa pekan terakhir. Hizbullah mengklaim telah kehilangan 47 pejuangnya sementara Israel melaporkan enam tentaranya tewas. Enam warga sipil juga tewas dalam pertempuran ini.
Namun, beberapa pihak percaya bahwa Nasrallah sedang mempersiapkan konstituennya di Lebanon Selatan untuk menghadapi konflik yang semakin intensif. Banyak yang khawatir bahwa perang akan membawa dampak yang serupa dengan perang tahun 2006.
Lebanon Selatan selalu menjadi daerah paling terkena akibat agresi Israel dibandingkan dengan wilayah lain di negara ini. Terutama ketika Israel menduduki wilayah tersebut selama 15 tahun antara tahun 1985 dan 2000.
“Sekarang ini, kami belum siap untuk berperang, bahkan di antara pendukung Nasrallah,” kata seorang warga Lebanon Selatan kepada Al Jazeera.
Kekerasan antara Israel dan Hizbullah terjadi setelah Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap pos-pos militer Israel dan warga sipil pada tanggal 7 Oktober. Akibat serangan ini, sekitar 1.400 warga Israel tewas.
Israel membalas dengan membombardir Gaza secara terus-menerus dan melakukan invasi darat. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lebih dari 8.000 warga Palestina tewas, termasuk lebih dari 3.000 anak-anak.
Tidak hanya itu, banyak korban yang meninggal akibat pengepungan dan blokade Israel. Menurut beberapa pakar hukum, aksi blokade ini dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan aturan internasional.
Meskipun ada seruan untuk melakukan gencatan senjata, Israel mengatakan bahwa mereka tidak akan berhenti menyerang Gaza sampai mereka berhasil menghancurkan Hamas, yang bekerja sama dengan Hizbullah sebagai “poros perlawanan”.
Banyak yang meyakini bahwa Hizbullah melihat konflik ini sebagai ancaman eksistensial. Jika Israel berhasil menghancurkan Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah mungkin akan menghadapi ancaman serupa.
Hizbullah telah berjuang untuk mendapatkan kembali dukungan dari dunia Arab Sunni setelah terlibat di Suriah untuk menyelamatkan Presiden Bashar Al Assad, sekutunya yang berasal dari cabang Islam Syiah. Dalam perang tersebut, Hizbullah mengepung dan menyebabkan kelaparan warga sipil yang menentang rezim.
Namun Nasrallah mungkin melihat krisis di Gaza sebagai kesempatan untuk memperbaiki citranya di dunia Arab setelah rusak akibat keterlibatannya di Suriah. Pidatonya akan disaksikan oleh jutaan orang Arab di seluruh dunia.
Meskipun khawatir terjadi perang yang lebih meluas, para pengungsi Palestina di Lebanon berharap Hizbullah meningkatkan serangan terhadap Israel. Ahed Bahr, seorang anggota partai politik Palestina di Lebanon, berharap bahwa gambar anak-anak yang meninggal di Gaza akan memaksa “poros perlawanan” untuk melawan Israel dari berbagai lini, termasuk Lebanon.
“Ini adalah kesempatan untuk akhirnya membebaskan Palestina,” kata Ahed Bahr dari kamp pengungsi di Beirut. “Negara-negara Arab akhirnya bisa membantu Palestina, tapi sebagian besar tidak berbuat apa-apa.”
[luc/luc]